Alfian Reynaldi (HuMas), Arlina Siti E (HuMas), Ridho Darmawan, Kafi Pangestu, Syerly Budiman (HuMas), M Theo W (HuMas) |
SPECIAL Q(UESTIONS) & A(NSWERS) WITH
KAFI PANGESTU AND RIDHO DARMAWAN
Q1 :
Kalian kan sudah masuk 5 besar Nippon dan mengharumkan nama Gunadarma nih, bagaimana pertama kali perasaan kalian saat mendengar beritanya?
(A) Kafi :
Perasaanya pasti penuh rasa bersyukur. Dan pasti tidak menyangka juga bisa lolos. Karena ada beberapa hal yang membuat saya berpikir “ini tuh susah banget buat lolos”.
(A) Ridho :
Pertama, pasti tidak disangka-sangka. Karena kalau dilihat dari panel karya yang saya buat, masih banyak yang kurang seperti banyak hal yang belum dibahas di dalam panel itu. Memang awalnya kurang percaya diri, ternyata saya lolos juga karena juri tidak melihat yang lainnya, melainkan melihat idenya terlebih dahulu. Dan berkat saya masuk 5 besar itu, cuti 1 tahun saya tidak sia-sia. Karena dilihat dari kalender yang saya buat yang berisi sayembara-sayembara yang saya ikuti, semuanya saya coret failed. Tapi, di saat saya menunggu mencoret Nippon ini di kalender saya, ternyata lolos.
**
Q2 :
Cara membagi waktunya gimana sih kak? Kan kakak kuliah juga, sayembara juga, bahkan Kak Kafi kuliah sambil kerja di KIND juga, itu membagi waktunya susah engga sih?
(A) Kafi :
Kalau dilihat dari review semester lalu, semenjak saya mengerjakan AYDA, memang tugas-tugas dan kuliah banyak yang terbengkalai. Salah satunya ada mata kuliah yang bernilai E karena waktu itu saya tidak mengikuti UTSnya. Lalu dari segi IPK, itu memang turun dari tahun sebelumnya. Membagi waktu itu memang sangat susah, karena dari semester lalu sudah mulai 2 hari kerja lalu 3 hari kuliah. Untuk membagi waktunya balik lagi ke pertanyaan awal, kenapa mau melakukan ini semua? Kan sudah tahu bakal susah? Kok bisa sampai ada 3 kegiatan dalam keseharian saya?
Karena kalau untuk kerja, saya sudah pernah cuti dan merasakan dunia pekerjaan itu penting sekali. Saat masuk kuliah setelah mengalami dunia kerja, kita jadi tahu nanti yang bakal terpakai itu ilmunya yang mana. Jadi ketika masuk kuliah lagi, bisa lebih selektif dalam memilih ilmunya. Karena menurut saya, setelah pengalaman saya magang, kalau cuma kuliah kita bisa tertinggal jauh dengan teman-teman dari universitas lain kalau kita tidak mengembangkan diri. Karena magang itu, saya memberanikan diri untuk kerja lagi dan saya juga jadi tahu kuliah itu mana saja yang penting dan bisa memilah waktu.
Namun, memang target saya kuliah tidak peduli IPK itu berapa. Saya hanya mempedulikan IPK saya aman untuk TA (Tugas Akhir). Lalu, prioritas utama saya hanya SPA saja. Karena menurut saya SPA adalah inti dari arsitektur. Tapi, mata kuliah lain juga bukan berarti tidak penting. Lalu organisasi dan sayembara. Karena pengalaman cuti yang saya dapatkan dari orang-orang, saya menyimpulkan hal-hal ini sangat penting untuk kita kedepannya. Karena orang-orang hebat yang saya kenal itu, mereka juga aktif dalam organisasi. Karena hal itu, saya memberanikan diri. Tidak peduli kuliah dikorbankan karena pasti dikorbankan dapat ilmu yang lebih juga.
Lalu, kenapa saya lanjut kerja lagi? Karena ada kesempatan apabila kita ada waktu kuliah kosong lalu berada di tempat kerja yang mempunyai reputasi yang baik. Selagi ada kesempatan, saya ambil kesempatan itu. Lalu bagaimana cara bagi waktunya? Yang pasti tidak sampai 100 persen karena pasti salah satu harus ada yang dikorbankan. Dari pengalaman saya, yang paling banyak saya korbankan itu untuk mata kuliah SPA. Karena saya hanya memprioritaskan itu dan jangan sampai nilai SPA ini turun.
(A) Ridho :
Soal membagi waktu, benar apa yang dibilang Kafi juga. Karena pasti ada yang dikorbankan. Kalau saya bukan tipe orang yang suka menyepelekan kuliah. Saya adalah tipe orang yang harus masuk kuliah terus dan pasti saya akan ada dapat sesuatu yang bisa saya ambil dari yang dosen ajarkan walaupun dosen itu tidak terlalu pintar. Pasti ada salah satu yang dapat saya ambil dari pengalaman dosen itu. Itu yang pertama.
Lalu, yang kedua masalah IPK. Bagi saya IPK merupakan masalah yang serius. IPK saya sekarang 3,56 lalu teman-teman saya yang lain bilang kalau IPK itu tidak penting dan lain sebagainya. Kalau menurut saya, bukannya kurang penting tapi itu salah satu hal yang dapat kita pegang dan beri untuk orang tua. Kalau IPK jelek, pasti orangtua juga berpikir buruk tentang kuliah kita. Orangtua tidak tahu tentang sayembara yang saya ikuti, tapi yang saya nomorsatukan bagaimana IPK tidak turun supaya orangtua juga tau dan percaya seserius apa kita dengan kuliah itu.
Kalau menurut saya IPK itu bukan untuk masa depan, tapi untuk orangtua. Oleh karena itu, kuliah saya tetap lanjut dan saya jarang sekali bolos kuliah karena saya juga ketua kelas dan pasti selalu dikejar dosen. Salah satu yang mungkin saya hindari cari pacar kali, ya? Cari pacar itu merupakan waktu yang panjang dan susah. Sudah 4 tahun saya tidak lulus. Itu yang saya sering korbankan.
**
Syerly Budiman (HuMas), M Theo W (HuMas), Alfian Reynaldi (HuMas),Kafi Pangestu, Ridho Darmawan |
Q3 :
Apa yang harus kita utamakan dalam sayembara berkelompok?
(A) Ridho :
Kalau saya, dalam hal mencari tim sampai sekarang masih belum bisa, karena setiap sayembara tim belum pernah menang. Jadi, sampai sekarang saya belum bisa menemukan bagaimana cara yang cocok untuk mendapatkan teman setim yang baik. Di dunia sayembara itu susah untuk teamwork, tapi di dunia pekerjaan itu lebih mudah untuk kerja tim,
Jadi, menurut saya, selama masih bisa mengerjakan sendiri, buatlah itu sendiri. Karena saya tipe orang yang egois dimana saya tidak suka disuruh-suruh orang. Seperti dengan HIMA, saya selalu diminta tolong tapi saya tidak mau terikat dengan organisasinya.
(A) Kafi :
Ada banyak kesamaan dengan jawaban Kak Edo. Dari sayembara sebelum Nippon, saya menemukan kesimpulannya. Jadi, yang terpenting adalah attitude dan karakter. Lalu, kenapa kita waktu itu tidak menang? Karena kita terlalu lama berdiskusi dengan pendapat kita masing-masing. Sampai mereka bikin karya mereka masing-masing. Saya bisa bilang apa ide yang digunakan oleh juara 1. Itu sangat persis dengan ide kita, tapi kita tidak total. Lalu, saya pernah berkenalan dengan sebuah tim yang ternyata mereka itu saling melengkapi.
Jadi, menurut pengalaman saya, jangan pernah sayembara dengan tim sebelum sayembara sendirian. Kalian saja tidak tahu kemampuan kalian sampai mana tapi sudah mengajak untuk bertim. Jadi, coba dulu sayembara sendiri. Lalu, yang dipentingkan terlebih dahulu bukan skill, tapi karakter.
Contoh ada teman yang bisa mengatur waktu, lalu kita ajak orang yang seperti itu untuk melengkapi kita. Selain itu, kalau kita egois, cari orang yang bisa mengikuti arus. Contoh lain adalah saya pernah mencari orang yang mempunyai skill di bawah saya, agar saya juga bisa bermanfaat buat dia. Tapi, dia punya semangat untuk ikut sayembara. Dia juga bisa mengatur waktu. Jadi, kita juga saling melengkapi.
Dari pelajaran yang saya dapatkan setelah lomba bertim sebelumnya, kalau kita tidak kalah, kita tidak mendapatkan pelajaran. Jadi, sayembara merupakan salah satu jalan untuk merubah kalian menjadi seseorang. Tapi, ada lebih banyak untuk merubah kalian.
**
Q4 :
Kakak terobsesi untuk menang enggak dengan sayembara ini? Lalu persiapannya kaya gimana sih?
(A) Ridho :
Ya pasti sangat terobsesi. Kalau menang, saya bisa beli PC baru bahkan lebih baiknya lagi bisa membahagiakan orang tua. Jadi, dunia akhirat harus seimbang. Saya sangat ingin menang, ingin punya penghargaan. Penghargaan itu sebuah kepercayaan.
Kalau persiapan yang saya lakukan sangat panjang. Jadi, persiapan saya kali ini cukup sulit karena terobsesi untuk menang. Persiapan saya juga tidak main-main. Orang kalau mengambil pelajaran dari hidup itu pasti. Tapi, manusia itu tidak bisa bahagia seumur hidup. Walaupun sedih, tetap nikmati hidup.
(A) Kafi :
Saya tidak peduli, bukannya meremehkan atau tidak bersyukur, tahun ini saya mau menang Nippon atau tidak, saya tidak peduli, bahkan dapat tempat 1, 2, atau 3 saya tidak peduli. Pengalaman saya Nippon tahun lalu lolos juga dan saya dapat lagi pelajaran “Oh, ternyata seperti ini” dan itu pelajaran untuk saya kedepannya.
Kalaupun saya juara 1, tapi saya tidak mendapatkan pengalaman yang lebih dan saya hanya seperti diakui orang saja. Kalau saya nanti menjadi juara 1 dan membuat saya menjadi sombong, saya sangat tidak mau dan saya menghindari itu. Jadi kesimpulannya, saya cuma mau melakukan hal yang ada di depan saya ini menurut saya baik. Mungkin Nippon menurut saya memang baik, ketika saya menang lalu dapat uang atau melakukan hal yang baik juga dengan uang tersebut dengan penghargaan saya dikenal orang, saya bisa berbuat baik. Tapi banyak hal-hal lain yang sedang saya kerjakan juga, kalau saya tinggalkan tidak dapat kebaikannya.
Seperti sekarang masih ada SPA (Studio Perancangan Arsitektur), saya pasti menyesal kalau SPA saya seadanya saja. Saya pastinya mau SPA saya total dan sebaik mungkin. Lalu saya juga sedang berada di organisasi yang baru, saya juga ingin mencari suatu jawaban yang sedang saya cari, jawaban yang membuat saya tenang. Saya sedang mencari hal itu. Saya tidak mau seperti tahun lalu. Ini sebuah pelajaran untuk saya. Tahun lalu, dan itu benar-benar seminggu, sampai ke final, saya benar-benar tidur larut untuk Nippon. Saya menyiksa badan sendiri hanya untuk mengejar kemenangan di Nippon. Tapi, akhirnya saya tidak dapat itu, namun saya mendapatkan pelajaran dari hal itu. Saya tidak mau hal itu terulang lagi. Saya cuma mengorbankan waktu untuk urusan dunia seperti itu saja. Jadi, dari tanggal 1 ini, sampai final Nippon nanti, ada banyak yang perlu saya lakukan dan saya harus membagi waktu secara adil. Bukan berarti saya menomorsatukan Nippon. Waktu yang tersedia untuk Nippon pasti saya maksimalkan juga.
Dan setelah saya mengikuti sayembara dengan Bang Edo (Ridho), itu titik perubahan juga untuk saya tentang pola waktu. Ini sangat tidak efektif kalau saya sampai menghabiskan waktu sampai larut malam terus akhirnya bangun kesiangan dan tidak mendapatkan apa-apa. Lalu saya menemukan waktu yang lebih efektif, yaitu tidur seawal mungkin tidak lebih dari jam 10, lalu bangunnya juga seawal mungkin. Selama ini saya bangun paling awal sekitar jam 4 pagi. Tapi, saya sangat ingin mencoba bangun lebih awal sekitar jam 3 pagi. Dari itu, saya dapat waktu yang sangat berkualitas, lalu badan juga lebih sehat. Jadi, saya hanya mencoba memaksimalkan waktu dari kegiatan yang saya bagi sekarang tanpa menomorsatukan a, b, c, d, e karena waktu yang saya bagi harus seadil mungkin karena semuanya penting.
Jadi, pesan untuk kalian adalah c’mon sibukkan waktu sebaik mungkin untuk hal-hal yang positif apapun itu dan jangan terlalu melihat pencapaian orang lain karena kalian akan menemukan jalan kalian sendiri selama kalian total mengerjakan kebaikan ini. Ingat, proses tidak akan pernah mengkhianati hasil. Dan yang terakhir, kejarlah karakter dan perbaiki attitude setiap hari. Lalu setelah itu, tingkatkan skill dan kuliah. Karena attitude lebih penting daripada skill.
▬ Depok, November 2016
No comments:
Post a Comment